Wednesday, May 24, 2006

Sesuatu dari kawan

Sepi ini
bukan milikmu
Walau tak ragu sepanjang jalanku
Kau retasi ilalang jiwa
Resah ini
benar ada peranmu
walau tak tahuku, mengapa!

Wahai angin
Maka hempaskanlah segala rasa
Mengetuk - ngetuk dalam maya
Wahai maya
maka menjelmalah nyata
agar terlepas segala tanya

Rindu ini milik siapa?
Satu demi satudetik kita panggil
bulir - bulir sunyi
menetes dari relung
menggigil senyap!!
Maka siapa engkau?
Maka mengapa engkau?
Maka mengapa padamu?

Satu demi satu
sunyi membelai



Miss You

Kadang – kadang aku ingin berfikir bahwa kini aku sendiri
Pada saat aku di landa sepi, setiap detik kurasa asing
Aku terus fahami apa yang aku cari
Aku selalu hadir saat kesedihan mendekap hari
Mengapa Tuhan selalu membuatku sedih seperti ini?
Sementara ayah ingin aku maju
Untuk melawan sel – sel otakku yang termangu
Dan mengalirkan darahku yang semula beku
Ibu inginkan hatiku sekokoh batu
Biar tak rapuh aku di makan waktu

Sekarang aku harus memilih dunia
Bukan lagi khyalan maya
Aku harus mulai berlari agak kencang
Agar aku tak lagi menemani sepi berjalan

Hhh..TuhanKau tetap ada saat aku benar – benar tak tahu arah
Kau buat aku Bahagia
Akankah sujudku Kau janjikan surga?
Aku ingin kau memegangku erat – erat
Tanpa harus melepas barang sejenak

Miss you Allah!
Untuk semua Nakhoda di laut :
Pertarunganku melawan badai telah usai.
Aku menyudahi arti bertahan.
Kau bebas berlayar sekarang.

Kematian hatiku akan terus menjadi urat di tubuh.
Akan senantiasa menjadi otak bagi nafsuku.
Maka sampaikan pada tempat dimana ikan – ikan bermain.
Pada seluruh karang yang hancur.
Pada pasir yang telah menggulungku.

Aku pergi.
WATINEM
[ bukan ] gadis di stasiun tugu..
Untuk semua kapal di laut
Untuk cahaya yang selalu memberi terang
Untuk layar yang membuat perahu terus melaju
Hingga berlabuh pada kerinduan
Perjalanan hari ini kumulai dengan keresahan

Keresahan yang begitu menyesak di dada. Yang membuat seisi ruangan sekarang begitu kedap. Aku seolah menjadi kayu yang telah hangus di perapian rumahmu.
Memberimu abu,,

Sepertinya aku telah menemukan surga. Hingga aku tak henti meminta maaf atas kaki yang telah menginjaknya.

Sekali lagi
Aku telah menemukan surga
[ ternyata Aku mendiami Neraka ]

Sampai pada saat aku beradu nafas denganmu
Di pojok gerbong kereta tua
Tuhan menyudahinya

Kau telah merampas semua dzikirku
Hingga aku resah seperti ini

Lalu tubuhmu akan terangkat di bawa waktu :
Kau itu sesetan aku
Kau itu tak ubahnya seperti aku

Maka disinilah aku menuntaskannya
Untukmu yang memacu lari kaki nafsuku
Aku tunggu bersama dendam
Aku Tunggu dengan segala detik
Sampai aku melihat
Muka – mukamu


pada saat aku menyambut mati, kau tak pernah memberi kuburku bunga
pada saat kau menyambut mati, Tuhan tak memberi kuburmu Air.
PETUALANGAN HATI
1
Ada kembara yang terasa sepi
Sewaktu malam menyudahi
Perjalanannya di awal pagi
Mentari
Gencar meninggi

2
Kau tak tahu hatiku hilang
Dibawa peristiwa
Diseret ombak
Menuju Samudera
Bisakah kau temukan?

3
Matahari tak selalu nyenyak tidurnya
Selalu dibisingi Suara
Di Angkasa
Suaramu
Suaraku

4
Aku berbesar hati pada kesempatan itu
Yang datang
Tersendat – sendat
Seperti aku yang bahagia menyambut
Kemarau
Yang bangkit kembali seperti sedia kala
Menyusun lagu
Musim pun menghirupnya dalam – dalam

5
Apalagikah yang akan aku katakan
Pada gerimis sore ini
Tentang wujudmu yang kuanggap tiada?

6
Kaulah yang senantiasa sembunyi dibalik jejak
Kaulah yang senantiasa melebur hatiku sampai tak bersisa
Kaulah yang senantiasa Memberiku wangi bunga dan aroma badai

7
Tuhan Telah memberiku senja
Maka luluhlah : SEPI , dengan tiba - tiba